
Makna dan Filosofi di Balik Tradisi Pengerupukan
Sehari sebelum umat Hindu di Bali memasuki Hari Raya Nyepi, seluruh pulau dipenuhi suara kentongan, cahaya api, dan arak-arakan ogoh-ogoh yang megah. Momen ini disebut Pengerupukan — bagian penting dari upacara Tawur Kesanga yang dilaksanakan untuk menetralisir kekuatan negatif dan mengembalikan keseimbangan alam semesta.
Tradisi Pengerupukan memiliki filosofi mendalam. Kata “pengerupukan” berasal dari kata kerupuk yang berarti mengusir. Ritual ini melambangkan upaya manusia untuk mengusir bhuta kala — simbol energi jahat, nafsu, dan kekacauan yang dapat mengganggu keharmonisan hidup. Dengan menyalakan obor, membunyikan kentongan, serta melempar mesui (beras kuning dan garam), masyarakat bermaksud menyucikan diri, rumah, dan lingkungan dari segala hal buruk.
Ogoh-Ogoh: Simbolisasi Kekuatan Negatif
Salah satu ikon utama dalam Pengerupukan adalah ogoh-ogoh — patung raksasa berwujud menyeramkan yang melambangkan bhuta kala. Patung ini dibuat dengan sangat detail dan penuh kreativitas oleh para sekaa teruna (kelompok pemuda desa).
Setiap ogoh-ogoh memiliki cerita dan makna tersendiri, mulai dari mitologi Bali hingga isu sosial modern. Arak-arakan ogoh-ogoh diiringi suara gamelan baleganjur yang menggema di setiap sudut desa. Setelah diarak, beberapa ogoh-ogoh dibakar sebagai simbol pemusnahan sifat buruk dalam diri manusia, seperti amarah, keserakahan, dan iri hati.
Tujuan Spiritual Tradisi Pengerupukan
Lebih dari sekadar pertunjukan budaya, Pengerupukan adalah refleksi spiritual mendalam. Melalui ritual ini, masyarakat Bali tidak hanya memohon perlindungan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, tetapi juga berupaya menyeimbangkan unsur Bhuana Agung (alam semesta) dan Bhuana Alit (diri manusia).
Penyucian melalui Pengerupukan menjadi simbol kesiapan rohani umat Hindu untuk menjalani Hari Nyepi — hari di mana seluruh aktivitas duniawi dihentikan demi mencapai kedamaian batin dan harmoni dengan alam.
Warisan Budaya yang Terus Hidup
Hingga kini, Pengerupukan tetap dijaga sebagai warisan budaya tak ternilai. Setiap tahun, generasi muda Bali menunjukkan kreativitas dan dedikasinya lewat karya ogoh-ogoh yang semakin inovatif, tanpa menghilangkan nilai spiritual di dalamnya.
Tradisi ini tidak hanya menarik bagi wisatawan, tetapi juga menjadi pengingat bagi masyarakat Bali bahwa menjaga keseimbangan antara kebaikan dan kejahatan adalah bagian dari perjalanan hidup manusia.
📍 Bali
📲 Ikuti @balikami untuk mengenal lebih dalam tentang ritual suci, seni, dan budaya Bali yang penuh makna dan keindahan.
