Pulau Bali bukan hanya dikenal sebagai surga wisata, tetapi juga sebagai tempat di mana peradaban Hindu–Jawa berakar kuat dan hidup berdampingan dalam harmoni. Jejak sejarah ini terlihat jelas pada seni, arsitektur, dan tradisi yang hingga kini masih dijaga dengan penuh penghormatan.
Ketika kerajaan-kerajaan besar di Jawa seperti Majapahit mengalami masa keemasan, pengaruh budayanya meluas hingga ke Bali. Dari sanalah lahir perpaduan unik antara spiritualitas Hindu dan estetika Jawa klasik, yang kemudian berkembang menjadi identitas khas masyarakat Bali.
Jejak itu dapat ditemukan dalam bata merah pada candi dan pura, bentuk gapura candi bentar, serta relief yang menggambarkan kisah epos Ramayana dan Mahabharata. Setiap ukiran dan struktur bangunan bukan hanya karya seni, melainkan juga simbol keseimbangan antara alam, manusia, dan dewa—sebuah filosofi hidup yang disebut Tri Hita Karana.
Warisan Hindu–Jawa ini tidak berhenti di masa lalu. Ia terus hidup dalam upacara keagamaan, tari, gamelan, dan tata ruang pura yang masih digunakan hingga kini. Inilah bukti bahwa kebesaran masa lalu tidak hanya dikenang, tetapi juga dijalani dalam keseharian masyarakat Bali.
Jejak peradaban ini menjadi cermin jati diri Pulau Dewata—tempat di mana spiritualitas dan budaya berpadu, membentuk harmoni yang tak lekang oleh waktu.