Apa Itu Mesatya?

Mesatya adalah tradisi tarik-menarik (seperti tarik tambang) yang dilakukan oleh para pemuda suatu banjar (desa) di Buleleng, biasanya dalam rangkaian upacara tertentu atau untuk memeriahkan hari-hari besar.

Berbeda dengan Omed-omedan yang melibatkan tarik-menarik antara pemuda dan pemudi, peserta Mesatya biasanya adalah para pemuda (sekaha teruna) dari banjar yang sama atau dari banjar yang bertetangga. Tradisi ini lebih menekankan pada semangat sportivitas, kekompakan, dan kegembiraan.

Makna di Balik Keramaian

Di balik keriangan dan adu kekuatan, Mesatya memiliki makna filosofis yang dalam:

  1. Pemersatu Masyarakat: Mesatya menjadi wadah untuk mempererat tali persaudaraan dan kekompakan antarwarga, khususnya para pemuda. Melalui tradisi ini, hubungan sosial dalam komunitas menjadi lebih kuat.
  2. Simbol Pengorbanan dan Kebenaran (Satya): Nama “Mesatya” sendiri mengingatkan pada pentingnya komitmen dan kesetiaan kepada komunitas dan nilai-nilai kebenaran. Adu kekuatan ini bisa dimaknai sebagai bentuk “perjuangan” untuk mempertahankan hal-hal yang benar dan baik.
  3. Penolak Bala & Peminta Keselamatan: Seperti banyak tradisi Bali, Mesatya juga dipercaya membawa berkah dan menolak malapetaka bagi desa, sehingga masyarakat dapat hidup dalam kedamaian dan keselamatan.
  4. Pelepas Energi Positif: Bagi para pemuda, tradisi ini menjadi sarana yang positif untuk melepaskan energi dan semangat muda mereka dalam bingkai adat dan kebersamaan.

Bagaimana Prosesi Mesatya Berlangsung?

  1. Persiapan: Para pemuda dari dua kelompok (bisa berdasarkan banjar, atau dibagi dalam satu banjar) berkumpul di areal terbuka, seperti lapangan atau jalan di depan balai banjar.
  2. Pembukaan dengan Doa: Sebelum permainan dimulai, biasanya diawali dengan doa bersama yang dipimpin oleh pemangku adat atau kelian banjar untuk memohon keselamatan.
  3. Adu Kekuatan Tarik-Menarik: Dengan semangat dan sorak-sorai penonton, kedua kelompok saling tarik-menarik. Suasana sangat meriah, ceria, dan penuh tawa. Tidak ada unsur kebencian, murni untuk bersenang-senang dan mempererat hubungan.
  4. Tidak Ada Unsur Pasangan: Berbeda dengan Omed-omedan, dalam Mesatya tidak ada ritual berpelukan atau bercium setelahnya. Fokusnya benar-benar pada adu kekuatan dan kekompakan tim.

Mesatya adalah bukti lain dari kekayaan budaya Bali yang kaya akan makna. Jika Omed-omedan lebih menonjolkan interaksi simbolis antara laki-laki dan perempuan, Mesatya menonjolkan semangat persatuan, sportivitas, dan kebersamaan sesama pemuda. Keduanya sama-sama merupakan tradisi yang menyenangkan dan menjadi “katup pelepas” yang sehat dalam tatanan masyarakat Bali yang komunal, sekaligus menjadi ritual untuk menjaga harmoni dan memohon keselamatan.


By Gusde

Leave a Reply