Bayangkan ini: Di satu sudut, ada tim Development (Dev). Tugas mereka adalah menciptakan aplikasi atau fitur baru secepat mungkin. Mereka dinilai dari seberapa inovatif dan cepat mereka bekerja. Di sudut lain, ada tim Operations (Ops). Tugas mereka adalah menjaga agar aplikasi yang sudah diluncurkan tetap stabil, aman, dan andal. Mereka dinilai dari seberapa jarang aplikasi itu error atau down.

Dulu, kedua tim ini sering seperti “kucing dan anjing”. Tim Dev ingin rilis fitur baru setiap hari, sementara tim Ops khawatir fitur baru itu akan membuat server down. Hasilnya? Konflik, proses yang lambat, dan saling menyalahkan.

Nah, DevOps hadir untuk mengakhiri “perang” ini. DevOps bukanlah sebuah jabatan atau alat tertentu, melainkan sebuah budaya, filosofi, dan serangkaian praktik yang menyatukan kedua tim ini untuk bekerja sama secara harmonis.

Apa Sih DevOps Sebenarnya?

Singkatnya, DevOps adalah pendekatan yang menggabungkan proses pengembangan perangkat lunak (Dev) dan operasi IT (Ops) ke dalam satu siklus yang berkelanjutan dan terotomatisasi.

Tujuannya sederhana: Memproduksi perangkat lunak yang lebih baik dan meluncurkannya ke pengguna dengan lebih CEPAT dan ANDAL.

Bayangkan sebuah restoran. Tim Dev adalah koki yang kreatif yang terus membuat resep baru. Tim Ops adalah manager dan pelayan yang memastikan dapur berjalan lancar dan pelanggan puas. DevOps memastikan kedua peran ini berkomunikasi dengan baik, sehingga resep baru bisa sampai ke meja pelanggan dengan cepat tanpa mengacaukan operasional dapur.

Prinsip Inti DevOps: The C.A.L.M.S. Model

DevOps bisa dipahami melalui kerangka CALMS:

  • Culture (Budaya): Ini adalah fondasinya. Mengedepankan kolaborasi, berbagi tanggung jawab, dan menghilangkan sekat antar tim.
  • Automation (Otomasi): Mengotomatiskan segala sesuatu yang bisa diotomatiskan! Mulai dari pengujian kode, hingga proses deploy ke server. Ini menghilangkan human error dan mempercepat semuanya.
  • Lean (Prinsip Lean): Berfokus pada memberikan nilai ke pengguna dengan cepat dan mengurangi pemborosan waktu dan sumber daya.
  • Measurement (Pengukuran): Semua harus terukur. DevOps mengandalkan data dan metrik (seperti waktu recovery saat error, frekuensi rilis) untuk terus memperbaiki proses.
  • Sharing (Berbagi): Saling berbagi pengetahuan, umpan balik, dan tanggung jawab. Jika terjadi error, yang dicari adalah solusinya, bukan kambing hitamnya.

DevOps sering digambarkan sebagai loop tak berujung yang terdiri dari beberapa fase:

  1. Plan (Perencanaan): Tim berkolaborasi merencanakan fitur dan tugas.
  2. Code (Pengodean): Developer menulis kode.
  3. Build: Kode yang ditulis dikompilasi menjadi aplikasi.
  4. Test (Pengujian): Pengujian otomatis dijalankan untuk menemukan bug.
  5. Release (Rilis): Aplikasi siap dikirim ke production.
  6. Deploy (Deploy): Aplikasi diluncurkan ke server dan bisa diakses pengguna.
  7. Operate (Operasi): Tim Ops memantau aplikasi yang sedang berjalan.
  8. Monitor (Pemantauan): Kinerja aplikasi dipantau terus-menerus. Data dan umpan balik dari fase ini dikembalikan ke fase Plan untuk perbaikan selanjutnya.

Manfaat Menerapkan DevOps

  • Kecepatan Rilis yang Tinggi: Bisa rilis ratusan bahkan ribuan kali dalam sehari (seperti yang dilakukan Amazon dan Netflix).
  • Software yang Lebih Stabil dan Berkualitas: Dengan pengujian dan monitoring yang konstan, kualitas aplikasi lebih terjaga.
  • Waktu Pemulihan yang Cepat: Jika ada error, sistem bisa diperbaiki dengan sangat cepat.
  • Kepuasan Tim yang Lebih Baik: Tidak ada lagi “lempar masalah”, sehingga lingkungan kerja lebih sehat dan kolaboratif.

By Gusde

Leave a Reply