Proses pembuatan ogoh-ogoh Caka 1948 di Banjar Tegal Agung, Denpasar Barat, menjadi bukti nyata semangat kebersamaan dan kreativitas generasi muda Bali dalam menjaga tradisi. Ogoh-ogoh tidak hanya sekadar karya seni, tetapi juga simbol perlawanan terhadap sifat buruk manusia yang akan dilebur menjelang Hari Raya Nyepi.
Pembuatan ogoh-ogoh diawali dengan tahap perencanaan konsep. Para pemuda banjar melakukan diskusi untuk menentukan tema, karakter, serta pesan moral yang ingin disampaikan. Setiap detail dirancang dengan matang agar hasil akhir memiliki makna filosofis yang kuat.
Setelah konsep disepakati, proses dilanjutkan dengan pembuatan rangka. Bambu dipilih sebagai bahan utama karena kuat namun tetap ringan. Rangka ini menjadi fondasi utama sebelum masuk ke tahap pembentukan tubuh ogoh-ogoh.
Tahap berikutnya adalah pembentukan badan menggunakan styrofoam dan bahan pendukung lainnya. Pada fase ini, kreativitas sangat diuji. Bentuk otot, wajah, hingga ekspresi ogoh-ogoh dibuat dengan detail untuk menghasilkan karakter yang hidup dan menyeramkan sesuai pakem tradisi.
Proses pembuatan ogoh-ogoh kemudian masuk ke tahap penghalusan dan pengecatan. Warna dipilih dengan cermat untuk memperkuat karakter dan kesan visual. Setiap sapuan cat dilakukan secara teliti agar hasilnya maksimal saat dipentaskan.
Tidak hanya fokus pada fisik ogoh-ogoh, Banjar Tegal Agung juga memperhatikan kekompakan tim. Seluruh proses dikerjakan secara gotong royong, mulai dari sore hingga malam hari. Kebersamaan inilah yang menjadi nilai utama dalam tradisi ogoh-ogoh.
Menjelang malam pengerupukan, ogoh-ogoh siap diarak keliling desa. Proses pembuatan ogoh-ogoh Caka 1948 ini menjadi bagian penting dari pelestarian budaya Bali. Tradisi ini tidak hanya menghadirkan tontonan, tetapi juga tuntunan bagi generasi muda agar terus mencintai warisan leluhur.